Angka biner terdiri dari dua angka (BI=dua) yaitu 0 dan 1. Sebenarnya penggunaan kata ’angka’ pun tidak sepenuhnya tepat karena 0 dan 1 disini juga bisa diartikan sebagai sebuah bilangan. Apa bedanya angka dan bilangan? Angka adalah sebuah simbol, sebuah gambar bahasa sementara bilangan adalah sesuatu yang bisa dibilang atau dihitung. Dalam dunia komputer angka dimasukan ke dalam tipe data string, sementara bilangan dimasukan ke dalam tipe data integer.

Lalu mengapa menggunakan kata angka? Karena 0 dan 1 di sini sebenarnya merupakan sebuah kondisi logika yang mewakili sebuah perbedaan ekstrim dan spontan. Di dalam dunia komputer tidak digunakan gelombang sinus yang mempunyai fase dari lembah mencapai puncak, namun perubahannya terjadi secara spontan. Keadaan 0 dan 1 ini diartikan sebagai kondisi ’ada’ dan ’tidak ada.’ Ada dan tidak adanya apa? Yaitu keberadaan atau ketidakberadaan pulsa listrik yang disebut denyut elektromagnetis. Denyut-denyut inilah yang kemudian disebut sebagai clock yang menggerakan seluruh sistem komputer. Atau dengan kata lain, kondisi logika ’ada’ dan ’tidak ada’ inilah yang kemudian membentuk dunia elektronik digital, termasuk di dalamnya adalah sistem komputer.

Untuk membentuk sebuah dunia raksasa elektronik digital, kondisi logika 0 dan1 ini kemudian membentuk sebuah pola-pola tertentu yang bisa diterjemahkan oleh bahasa mesin. Urutannya adalah bit, byte, field, record dan file. Byte adalah satuan data terkecil di dalam dunia komputer yang mewakili 1 karakter. 1 byte ini terdiri dari 8 bit atau 8 ketukan elektomagnet. Untuk membuat pola-pola tertentu agar bit-bit ini bisa ditranslate, dibaca dan disusun hingga menjadi sebuah file diperlukan sebuah perhitungan matematika. dengan menggunakan sifat-sifat operator matematika, maka kemudian tersusunlah file-file yang bisa dinikmati sekarang, dari file jpeg, mp3, 3gp atau yang lebih komplek dari itu. Dalam penyusunan inilah konsep 0 dan 1 ini bisa disebut sebagai sebuah bilangan karena bisa dihitung.

Menarik sekali bahwa kemudian kita mencoba mencari benang merahnya dengan kalimat ’Bhineka Tunggal Ika.’ Kalimat ini disusun pada saat pemerintahan kerajaan Majapahit sedang mengalami puncak kejayaannya, ditandai dengan bersatunya jajaran pulau-pulau di nusantara bahkan sampai daratan Campa. Tentu saja luasnya wilayah Majapahit ini menghasilkan beragamnya kultur, budaya, rasa dan kepercayaan yang sangat potensial untuk melahirkan konflik horisontal. Oleh karena itu dibutuhkan sebuah alat pemersatu agar potensi konflik itu bisa diredam. Karena ini menyangkut masalah kenegaraan, maka alat yang paling jitu adalah ajaran atau ideologi. Majapahit membutuhkan sebuah ideologi pemersatu wilayah raksasanya. Seorang pemikir pada saat itu, Mpu Tantular dalam Kitab Sutasoma mencetuskan ’Bhineka Tunggal Ika’ yang berasal dari struktur kata ’Bhine Ika Tunggal Ika’ yang secara harfiah berarti ’Beda itu satu itu.’ Perlu diketahui bahwa kata ’ika’ disini bukan berarti satu seperti yang kebanyakan orang sangka namun hanya merupakan kata penunjuk. Kata yang berarti satu adalah kata ’Tunggal.’

Ternyata ideologi ini terbukti berhasil meredam potansi konflik horisontal yang ada pada saat itu. Bila kemudian Majapahit runtuh, itu karena sebab yang lain. Namun yang menarik adalah kalimat ’BEDA itu, SATU itu.’ Kalimat ini mempunyai dua objek yang dibicarakan yaitu ’beda’ dan ’satu.’ Meskipun dalam ilmu bahasa lawan kata dari ’beda’ adalah ’sama’ namun bila dilihat dari sejarah keadaan Majapahit saat itu, keadaan yang paling tepat sebagai lawan dari ’beda’ adalah ’satu’ itu sendiri. Beda yang menjurus pada perpecahan dan satu yang mempunyai cita-cita untuk berkumpul. Suatu perbedaan yang sangat ekstrim, yang bila digabungkan dengan pola-pola tertentu justu menghasilkan keharmonisan dalam menopang dunia raksasa yang bernama kerajaan Majapahit.

Atas pemikiran inilah, maka negara Indonesia yang memiliki sifat mirip dengan kerajaan Majapahit menggunakannya sebagai slogan negara.

Yang lebih menarik lagi adalah kalimat ’Laa Ilaaha Illallahu’ yang bila diterjemahkan berarti ’Tidak ada Tuhan selain Allah.’ Bila melihat asal bahasanya adalah ’ La Illah Il Allah,’ yang berarti ’Tidak Ada Tuhan Ada Tuhan.’ Pada awal kalimat menekankan pada maksud negasi namun pada akhir kalimat jutru terdapat penekanannya. Bukankah itu merupakan sebuah dua kutub yang bersebrangan, perbedaan yang ekstrim namun menurut ajaran saya, sebagai seorang muslim, kalimat itulah yang justru digunakan oleh Allah sebagai lambaran dalam menciptakan dan menyusun alam semesta ini.

Kalau kita cermati, ada konsep lain yang (mungkin) sama yaitu ’Yin Yang’ dan ’kosong itu isi, isi itu kosong.’ Lihatlah uang logam atau hal-hal lainnya di dunia ini dan kita akan semakin banyak menemukan contoh lainnya tentang pemikiran ini. Bahkan kehidupan planet bumi pun ditopang oleh dua kutub yang saling bersebrangan di utara dan selatan, kan?

Menarik sekali menyadari bahwa ternyata keharmonisan itu dilahirkan bukan dari persamaan, tapi justru dari perbedaan-perbedaan.


2 komentar:

gue setuju ama bilangan 0 dan 1, yg menggambarkan kalimat "tiada tuhan selain Allah"
Bisa Gue Muat di bLog gue nggak???

thanks infonya bermanfaat, salam sukses.