Pada suatu malam, beberapa hari yang lalu, aku bersama kakak dan suaminya (dua-dua nya berprofesi sebagai dokter) menghabiskan beberapa jam duduk dan ngobrol setelah makan malam di ruang makan. Dalam kondisi seperti itu, sebenarnya aku cenderung menjadi pendengar aktif daripada sebagai pembicara, karena topik yang mereka bicarakan selalu saja di seputar dunia mereka, yaitu dunia medis. Tapi aku menikmatinya, karena aku telah terbiasa dengan keadaan itu. Dari kecil aku memang terbiasa menjadi pendengar setia saat mereka membicarakan kejadian-kejadian aneh, memilukan hingga menyeramkan saat mereka menangani pasien dengan beraneka ragam keluhan dan penderitaan. Lebih dari itu, mungkin satu dua hal, aku bisa belajar dari mereka.

Sampai tibalah mereka membicarakan tentang kesehatan jiwa. Mereka bercerita tentang orang-orang dengan kondisi mental yang terganggu. Alih-alih menyeramkan, yang keluar malah banyak cerita-cerita lucu dan mengherankan. Contohnya kakakku pernah bertemu pasien lulusan sekolah tinggi teknik terkemuka di negara ini. Anak ini pinter luar biasa hingga dia meneruskan sekolah di Jerman untuk S2 nya. Eee...apes memang tidak bisa diperkirakan. Bukanya sukses yang diterima, dia malah mengalami kecelakaan hebat hingga lobus frontalnya harus diambil. Hasilnya dia jadi ga 'penuh' alias gila dan harus dirawat di Indonesia. Yang mengherankan adalah bahwa dia masih memiliki kecerdasan yang mengagumkan. Perlu diketahui bahwa kegilaannya tidak terjadi terus-menerus, hanya apabila dalam keadaan tertekanlah biasanya dia menjadi gila lagi. Di luar itu, pada saat stabil, dia cenderung 'normal' dan menunjukan kecerdasannya. Begitu cerdasnya dia hingga dia bisa dengan fasih melakukan presentasi tentang ilmu jiwa! Dia bahkan menawarkan pada kakakku ini, untuk laporan pada dosen, jenis penyakit jiwa apa yang akan dia perankan di hadapan dosen tersebut saat ujian akhir stase nanti; mau depresi, skizofren, mutisme, histeria atau apa, karena dia bisa semua!! Pernah suatu kali kakakku kehilangan salah satu buku anatominya. Ternyata buku itu sedang dibaca oleh si pasien ini. Dari isi pertanyaan si pasien yang dilontarkan pada kakakku, kakakku terheran-heran karena ternyata pertanyaannya sangat kritis dan terarah, menandakan dia paham isi buku tersebut. Dasar wong gila eudaaannn!!!!!!!!!

Pernah kakakku bertemu dengan pasien yang hendak dibawa pulang karena dinyatakan sembuh. Karena keluarga belum datang maka kakakku dan pasien tersebut setuju mengisi waktu dengan main tenis meja. Saat permainan itu, kakakku sedikit hilang kendali dan berhasil mengalahkan telak pasien tersebut. Dia melakukan smesh-smesh yang sama sekali tidak bisa ditahan si pasien. Hasilnya? Pasien itu marah dan mengamuk! Saat keluarganya datang, mereka tidak lagi bisa membawa pulang pasien tersebut karena dinyatakan gila lagi. Sementara kakakku kabur entah kemana...hehehe

Kata mereka, secara garis besar, penyakit jiwa itu hanya ada dua, yaitu depresi yang biasa diderita wanita dan skizofrenia yang biasa menyerang kaum adam. Mereka juga memberi contoh tentang salah satu teman mereka yang mengidap penyakit skizofren dan betapa beratnya saat dia harus melawan 'suara-suara' yang menyuruhnya mengangkat rok-nya saat di tengah angkutan kota (kebetulan teman mereka ini wanita) dan bagaimana dia harus berjuang untuk melawan 'suara-suara' yang menyuruhnya memotong nadi di tangannya.

Glek! Aku terdiam. Tiba-tiba suara terasa sunyi. Aku bersidekap dan merapatkan krah bajuku untuk menghangatkan diri saat kurasakan tubuhku mendingin seperti es dan semua tawa terasa hambar. Dan aku tahu, sesuatu dalam diriku membawaku pergi. Seperti terhisap ke dalam lubang cacing einstein, aku terlempar ke masa lalu. Masa lalu di mana aku pertama kali harus keluar rumah dan menjalani hidup sendiri. Pada saat itu, aku begitu menyukai keheningan...karena keheningan menenangkanku. Karena dalam keheningan itu aku bisa mendengar suara-suaraku sendiri atau...suara-suara dalam kepalaku?

Dan, pada saat itu, aku takut ketinggian.

Lalu kutemukan aku berada di bibir kawah Gunung Tangkuban Perahu. Pada saat itu kami (aku dan teman satu sekolahan SMP) mengadakan wisata ke Bandung pasca EBTA/EBTANAS. Dan kusadari aku selalu menjauh dari bibir kawah sementara teman-temanku yang lain antusias menyaksikan kawah dari gunung yang konon berasal dari perahu Sangkuriang itu. Aku takut ketinggian. Tapi ada suatu dorongan gairah yang sangat kuat yang menyuruhku untuk melangkahkan kakiku ke tempat itu, suatu gairah keingintahuan. Dan aku pun melangkah ke tempat itu, ke bibir Jurang Kawah Tangkuban Perahu. Pada saat itulah, kini, aku mengerti kenapa aku takut ketinggian. Bukan karena tingginya jurang itu dan batu-batuan cadas yang ada di sekitarnya yang membuat kakiku gemetar, tapi karena 'suara-suara' yang menyuruhku melompat ke kawah tersebut!!!

Aku ingat bagaimana tanganku menggenggam kuat kayu pembatas. Aku pejamkan mataku rapat-rapat dan merasakan perang yang begitu berat. Suara itu menyuruh kakiku melangkah tapi ada kekuatan besar yang menyuruhku tidak melepaskan genggaman tanganku dari kayu itu. Tidak ! TIDAK !!! Dan kurasakan seseorang memelukku dari belakang. Saat kubuka mata kusadari Naning tengah menahanku dan membuyarkan perang itu. Kulihat wajahnya yang kuatir. "Kamu gak pa-pa? Pusing?"

Naning dan aku memang satu kelas di kelas tiga. Dan dari kelas satu dia memang sudah memperhatikan aku yang sering tidak masuk sekolah karena sakit. Dia kuatir karena menyangka aku sakit, padahal dia melakukan suatu yang lebih besar dari sekedar kekuatiran dan perhatian. Dia telah menyelamatkan hidupku!!

Aku menggeleng dan kusadari tubuhku kedinginan karena keringat yang membasahi bajuku. Lalu dia memapahku menjauh dari tempat itu. Aku menurut saja menuruti keinginannya. Ada suatu kelegaan kurasakan, suatu yang ringan atau mungkin aku hanya terlalu capek, aku tidak tahu. Hingga saat ini, dia tidak pernah tahu apa yang terjadi sebenarnya pada saat itu.

Menengok jauh ke belakang, kusadari ternyata keadaan itu sering terjadi padaku. Kini aku ingat bahwa dulu aku juga tidak nyaman bila harus ke kamar mandi untuk BAB karena pada saat aku melakukannya aku merasa di tengah keramain orang. Mereka memperhatikanku dan memandangku dengan wajah jijik campur malu. Aku lebih malu lagi, karena itu, dulu, aku tidak teratur dalam aktivitas yang satu tersebut. Biasanya yang aku lakukan adalah mengembangkan indraku. Aku melihat, mendengar dan benar-benar mencoba merasakan hingga aku tersadar bahwa aku berada di kamar mandi dan sendiri, tidak di tengah keramaian.

Aku tidak ingat betul kapan semua itu berakhir. Yang aku ingat adalah bahwa pada suatu hari, entah kapan dan entah dimana --tapi di tempat ketinggian juga, saat suara yang menyuruhku melompat kembali muncul, aku menentangnya. Atau lebih tepat aku menantangnya !! Aku tahu, dengan sisa-sisa akal sehatku, bahwa aku belum mau mati. Orang-orang yang kusayangi juga belum mau aku mati -- atau mungkin juga tidak. Aku tidak ingat betul apa yang membuatku berani menantangnya, yang aku tahu bahwa ITU TIDAK BENAR!! Lalu aku berkata, "Aku tidak akan melompat !! Kalau aku tidak mau, kamu mau apa ?!"

Memang setelah itu godaan itu kadang masih muncul lagi. Kadang aku berpikir, "bagaimana ya rasanya saat nadiku diputus. Bagaimana si rasanya mati? Apakah aku akan melayang-layang seperti kata orang di udara? Ayo, coba saja. Coba saja..." Tapi entah kenapa, aku tidak melakukannya. Lalu aku bergaul dengan teman-teman SMA ku yang pemberontak. Aku mulai belajar tertawa dengan keras, aku belajar berbohong dan belajar menguimpat -- dan itu sangat melegakan. Dan aku belajar bahwa aku akan baik-baik saja saat jauh dari orang tua. Aku belajar bahwa aku pun bisa berbahagia. Setelah itu godaan-godaan tersebut lambat laut mulai melemah dan hilang sama sekali.

Apakah aku pernah gila? Pernah menderita Skizoprenia? Mungkin. Tapi nyatanya aku berhasil melewatinya dan lebih dari pada itu, aku berhasil melewatinya tidak dengan bantuan orang lain. Aku berhasil sembuh karena ada kekuatan yang luar biasa yang aku miliki. Aku bisa sembuh karena aku BISA !!!

Memang kini kusadari bahwa 'suara-suara' itu bukan betul-betul suara, namun hanya seperti rasa dorongan / godaan yang kuat. Dan sejauh yang kuingat, dorongan itu juga tidak cenderung untuk menyakiti orang di sekitarku, hanya untuk internal diriku sendiri. Godaan untuk mengetahui rasanya jiwa melayang ke atas atau tubuh yang meluncur ke bawah. Sepertinya hanya sebatas itu.

Hmmm...kalau ingat hari-hari itu memang agak menyeramkan. Namun kembali, aku melihat ke dalam diriku sendiri. Sepertinya aku tidak punya alasan untuk menyesalinya dan lebih dari itu, aku memang tidak menyesal. Aku bahkan merasa bahwa itu adalah bagian dari cerita diriku yang aku yakini bahwa Tuhan Pelindungku pasti punya alasan memberiku pengalaman hebat semacam itu. Positive thinking aja, tidak semua orang punya pengalaman seperti itua kan? Hehehe...Dan kalau pun, pada saat itu, aku melompat dan mati, aku yakin Tuhan Penuntunku menentukan bahwa itu yang terbaik. Tapi kini aku di sini, menulis pengalaman ini dengan menahan rasa ingin pipis di kandung kemihku. Hehehe...

O ya, sepertinya ada satu hal lagi yang secara ampuh aku gunakan untuk menyingkirkan godaan-godaan itu, yaitu HUMOR, ketawa, ngguyu, meskipun kadang wagu. Humor memang salah satu pusaka yang ditanamkan Tuhan Yang Menciptakan ke dalam diri manusia untuk bertahan hidup di dunia ini. Dunia yang jauh di bawah surga...

Dan malam itu, kusadari aku berada di meja makan itu, bersama dua kakakku yang mengagumkan tersebut. Dan aku tertawa dalam hati, terima kasih Tuhan, telah membuat pembicaraan mereka malam itu menjadi berguna bagiku. Satu lagi serpihan masa laluku aku temukan dan akan kusimpan rapat-rapat sebagai sejarah kehidupanku. Aku tidak ingin mengulanginya lagi. Catatan sejarah itu hanya akan aku gunakan untuk menemukan diriku sendiri karena sejarah bukan hanya tentang masa lalu, tapi tentang diri masa kini dan masa yang akan datang. Sejarah akan membuatku tahu siapa diriku ini, dan siapa yang menemukan dirinya sendiri, maka dia akan menemukan Tuhannya.

"Dan tunjukan aku jalan yang lurus" demikian kita berdoa, "yaitu jalan orang-orang yang Kau beri petunjuk, dan bukan jalan orang yang tersesat lagi Kau murkai."

Bukankah jalan yang lurus adalah jalan dimana Allah, Tuhanku ada di ujung jalan sana menyambutku dengan tersenyum...?

Baca Selengkapnya......