Aku bermimpi, aku melihatmu. Di puncak tertinggi sebuah menara kita berada, bersembunyi dan mungkin sedikit bercinta. Kita tak mendengar apapun kecuali deru angin. Kita tak melihat apapun kecuali awan. Sebuah keterasingan yang purba, dingin dan sunyi.

Dan aku melihatmu, berbaring di sisiku. Aksara cahaya matahari sore menggaris di setiap lekuk tubuhmu yang tak berbaju itu. Kau terdiam seperti aku yang juga terdiam. Bukan suara deru angin awang-awang yang terdengar, tapi jauh ke dalam diri kita, kita mendengar detak jantung masing-masing. Detak yang semakin cepat juga semakin keras, ketakutan yang merasuk hingga sumsum tulang kita.


Lirih aku bertanya, “Bila telah ada 100 bahaya maka telah kurasakan 100 rasa takut. Apa lagi yang kutakutkan kini?”

Sekilas terdengar kau menghela nafas, berat. Aku tahu apa yang ada di dalam pikiranmu. Nun jauh di sana, di ujung batas negeri, barigade pasukan yang berbaris seperti sebuah defile merengsek masuk. Suara derap kaki mereka lah yang menggetarkan jantungku. Mereka datang bukan untuk air dan tanah. Mereka datang dengan racun dan dendam untuk sebuah harga diri buta; sebuah tahta yang terusik.

Ya, dalam mimpiku itu kurasakan angin yang masuk melalui jendela membawa berita duka. Suara tangis mereka yang seperti koor membuat suasana semakin muram. Mereka terus menangisi kami hingga tak tersisa waktu untuk bercerita. Seperti anak perawan yang kehilangan jejaka, mereka bersimpuh. Air mata mereka yang seperti nira hitam membuatku kembali bertanya, ”apa sebenarnya yang kutakutkan?”

”Tak ada yang perlu kau takutkan,” bisikmu di telingaku. Suaramu setengah merintih bercampur dengan mantera. Kulihat kau menidurkanku. Kau menutup kelopak mataku dan meniupkan mimpi-mimpi ke dalamnya. Dan kau tutup juga telingaku, karena kau tak ingin aku tahu sesuatu yang kau tahu; mereka tengah mendekat. Mereka datang untuk membawamu pergi.

Sejenak kau menatap wajahku dengan tatapan penuh keharuan dan kerinduan. Dengan langkah berat kau beranjak meninggalkanku. Para perawan angin sontak menjerit menahanmu pergi. Kau menempelkan jari telunjuk di bibirmu. Jari itu bergetar dirajam emosi. Mereka, para perawan angin itu, mendongak ke atas dengan suara bergetar-menghujat para dewa. Tapi, bahkan para dewa pun tak kuasa menahan tekadmu. Kau yang hanya manusia dan diciptakan tidak abadi akhirnya melakukan sesuatu yang mereka, para kaum abadi, tak mampu lakukan. Sesuatu yang tidak cukup kuat dibanding kuasa langit namun jauh lebih mendasar. Sebuah kekuatan yang ada di dasar hati seseorang yang tengah jatuh cinta - sebuah pengorbanan.

Di atas jendela itu kau berdiri. Wajahmu sayu dan sinar kehidupan di matamu lemah meredup. Sementara di kaki menara, ribuan pasukan berkuda bergerak seperti air bah, menggerus semua yang ada. Pilar-pilar menara tergetar oleh derap ladam kuda mereka. Sejenak kau termenung, menikmati setiap detik terakhir kebersamaan kita. Dan kau berharap semua itu tidak terjadi...

Aku terbangun saat hatiku mendengar hatimu merintih lirih setelah lelah memberontak. Kau yang telah meniupkan mimpi dalam tidurku dan menutup telingaku ternyata tak mampu menutup hatiku. Maka saat hatimu menangis, bahkan dalam keadaan paruh delusi pun, hatiku menyadarinya. Dan kudapati kau di atas jendela. Ada sejenak waktu kau menoleh padaku. Matamu berkata, ’... ... ’

Lalu kau menjatuhkan diri.

Aku berteriak, namun apalah suara membawamu kembali. Tubuhmu melayang seperti burung alap-alap sebelum akhirnya terbenam dalam lautan pasukan berkuda itu. Mereka yang didera haus berkepanjangan segera menangkapmu.

Mereka membawamu pergi jauh. Jauh dari semua yang telah kita bangun dengan tangan-tangan kasar kita. Jauh dari mimpi dan semua cita-cita kosong menjelang tidur; tentang dunia yang berbatas rumah para pertapa, tentang gurun Najaf dan tragedi Karbala dan tentang dunia di mana tak ada para pencuri. Mereka membawamu dan kutahu, sebagaimana kau tahu, kita tak akan pernah bertemu lagi. Kelak pada suatu saat kita akan saling mengingat namun tak lebih sebagai sebuah kenangan. Kau tak akan pernah kembali. Dunia seakan berhenti berputar dan angin pun enggan untuk bertiup. Pada saat itu waktu pun berhenti untuk berduka.

Kini kutahu apa yang ada di matamu. Sebuah kalimat yang tak kuasa kau ucapkan. Sebuah kalimat yang kau sembunyikan dalam matra-mantramu. Sebuah kalimat yang menjawab ketakutanku. Di atas menara yang sunyi sendiri itu akhirnya kusadari bahwa apa yang kutakutkan adalah “sebuah selamat tinggal yang kekal.”

Dan pagi itu aku terbangun dengan nafas seperti dipacu kusir gila. Haus mencekik tenggorokanku dan memaksaku untuk bangun saat kusadari sakit yang begitu kuat meninju kepalaku. Kudapati aku masih di kamar yang sama. Ya, kamar yang sama. Aku bisa mengenalinya dari aroma pengap menyengat yang berasal dari gantungan baju yang telah beberapa minggu tak kucuci. Sinar matahari pagi merayap mukaku dan menyadarkan bahwa dunia belum berakhir. Itu adalah hari yang sama dengan hari-hari sebelumnya. Lalu kurasakan hawa dingin meniup lembut wajahku. Ah, aku tahu siapa dia. Perawan angin dari jaman purba itu kembali datang. Dengan mata bengkak setelah lelah menangis ia tidur dan memelukku dari belakang. Pelukan itu dingin dan dipenuhi rasa kesunyian. Pelukan yang telah lama kumiliki. Kututup mata ini, sekedar untuk bersembunyi dari dunia luar dan kusadari kemudian bahwa tak ada yang berubah . Tidak ada, kecuali satu; pada hari itu kusadari kau bukan milikku lagi...


Baca Selengkapnya......

Bentuknya yang tegar dengan ukuran pongah sepanjang 154 m, atau seukuran satu lapangan sepak bola, tampak gagah dan mengerikan saat dia berenang di permukaan air laut. Namun kemampuan utamanya adalah menyelam, mengintai dan menghancurkan musuh tanpa ampun. Dia memang dirancang untuk membunuh lawan, sama sekali bukan untuk membunuh awaknya sendiri. Dia bernama Kursk, kapal selam nuklir raksasa Angkatan Laut Rusia dari kelas Oscar-2 yang paling modern. Namun arogansi politikus tingkat atas membuatnya dikenang sebagai sebuah tragedi di pengujung hayatnya.

Adalah Ir. lewon Abramov, seorang perwira mesin kapal selam nuklir Angkatan Laut Rusia, pada musim semi 1995 melaporkan bahwa reaktor nulir kapal selamnya agak rusak. Ia mengusulkan agar membatalkan keberangkatan kapal selam tersebut dari Pelabuhan Sapadnaya Liza agar reaktor tersebut diperbaiki. Atas laporan tersebut, Markas Besar Armada Laut Utara mempunyai ‘jalan keluar yang lebih bagus’ yaitu mencopot Abramov dan menggantinya dengan perwira mesin yang lain. “Kapal harus tetap berangkat,” kata mereka.

Abramov lalu dipindah ke bengkel angkatan laut di daratan. Namun ia menemukan bahwa keamanan reaktor nuklir di tempatnya bekerja tidak dapat dipertanggungjawabkan keamanannya. Ia mengusulkan agar segera ditutup agar tidak mencelakakan para pekerja yang lain. Komandan bengkel yang menerima laporan itu punya ’jawaban yang bijaksana,’ Abramov dipecat ! Ia dinilai merongsong supremasi Angkatan Laut Rusia dan segera dihadapkan pada Mahkamah Militer Rusia.

Empat bulan kemudian kecelakaan yang dikuatirkan Abramov terjadi juga. Kapal selam tersebut bocor reaktor nuklirnya. Lima orang luka berat dan salah satu di antaranya meninggal dunia. Mahkamah Militer di Moskow segera membenarkan usulan Abramov sebelumnya, tapi untuk apa? Semua sudah terlambat.

Tahun 2000, lima tahun setelah tragedi tersebut ternyata pihak Rusia tidak belajar juga. Hari Minggu, 13 Agustus 2008, Kursk tengah melakukan latihan perang di Laut Barentz bersama Angkatan Laut Utara. Kursk adalah salah satu dari delapan buah kapal selam kebanggan Rusia yang dilengkapi dengan teknologi paling mutakhir saat itu. Namun pada saat ia menembakkan terpedo tiba-tiba terdengan bunyi ledakan yang sangat keras. Begitu kerasnya hingga bisa didengar dua kapal selam Amerika di dekatnya. Padahal seharusnya terpedo tidak menimbulkan bunyi saat dilontarkan di dalam air. Penyebabnya tidak diketahui secara pasti, namun bagian depan kapal diduga rusak berat dan tabung pelontar terpedo kemasukan air. Komandan kapal menghentikan reaktor nuklir penggerak mesin kapal. Kapal pun tenggelam karena tak ada kekuatan yang membuatnya mengapung. Kontak radio pun terputus sejak itu.

Sudah menjadi hukum adat para pelaut internasional untuk segera memberikan pertolongan pada awak kapal lain yang mengalami kecelakaan. Namun hukum tersebut ternyata tidak berlaku pada kasus ini. Tanggal 14 Agusuts, Panglima Angkatan Laut Norwegia, Laksamana Muda Einer Skorgen, menawarkan bantuan penyelamatan atas Kursk namun tawaran itu tidak ditanggapi pihak Rusia. Pihak Rusia sedang menunggu komisi yang dipimpin Wakil Perdana Mentri, Ilya Klebanov, mengadakan rapat dulu di pangkalan Armad Laut Utara. Karena kepentingan politik dan ketidakbecusan para elit tingkat tinggi membuat misi penyelamatan berjalan sangat lambat.

Masalah berikut yang lebih gawat adalah bahwa ruang kapal selam akan kehabisan oksigen. Bila tidak sesegera mungkin ditolong seluruh awak kapal tidak akan dapat diselamatkan. Namun Laksamana Vladimir Kuroyedov, panglima Angkatan Laut Rusia, menegaskan bahwa persediaan oksigen baru akan habis pada hari jumat berikutnya. Hal ini membuat para pakar kapal selam terkejut dan terheran-heran. Bahkan pada hari berikutnya (14 Agusuts 2000), saat oksigen masih belum benar-benar habis, menurut para dokter angkatan laut, oksigen sudah tidak mampu memberikan energi para awak kapal untuk bergerak makan-minum layaknya makhluk hidup.

Baru dua hari kemudian, 15 Agustus 2008, pihak Rusia berusaha menyelamatkan para awak yang terperangkap dalam perut Kursk menggunakan kapsul penyelamat di dasar Laut Barentz. Namun usaha ini gagal. Pada saat itu cuaca memang sedang ganas-ganasnya. Baru pada tanggal 17 agustus 2008, cuaca berubah agak bersahabat. Para pelaut Rusia optimis akan penyelamatan hari itu. Namun misi penyelamatan itu ternyata tidak sejalan dengan optimisme para pelaut tersebut. Dari empat kapsul yang dikirimkan ke dasar laut, hanya ada satu yang berhasil mengaitkan diri pada badan Kursk. Setelah berjam-jam berusaha tanpa hasil akhirnya mereka harus kembali ke permukaan karena aki kapsul penyelamat sudah soak. Badan raksasa Kursk masih terbaring tanpa daya di dalam kegelapan Laut Barentz yang dingin.

Sudah lima hari lewat dan misi penyelamatan belum menemukan titik keberhasilan sama sekali. Baru saat inilah para pembesar Armada Laut Utara berencana mengambil langkah lain. Presiden Vladimir Putin yang sedang berlibur di Yalta, tepi Laut Hitam, akhirnya memerintahkan panglima Angkatan Bersenjata untuk menerima tawaran dari Norwegia dan Inggris.

Kritik pedas pun berhamburan dari pers seluruh negeri. Namun pemerintah Rusia tidak mau berterus terang bahwa usaha Angkatan Lautnya gagal. Menurut tradisi negara bekas komunis itu, kegagalan negara tidak perlu diumumkan kepada rakyat. Harian Izvesta yang liberal menulis dengan nada pahit. ”Bersama Kursk, kepercayaan rakyat pada pemerintah untuk melindungi rakyatnya, ikut terbenam di dasar laut!”

Jawaban Presiden Vladimir Putin saat menanggapi kritik itu benar-benar menyakitkan sekaligus mengejutkan. ”Sejak awal sudah tidak ada kemungkinan untuk menyelamatkan para awak kapal yang kandas itu!” Katanya tanpa rasa bersalah. Bagaimana mungkin seorang presiden mengeluarkan pernyataan seperti itu?

Secara politis ini memang sebuah dilema sekaligus ironi yang pahit. Sebuah negara yang selama itu mengembahkan citra sebagai negara adidaya kedua di dunia, harus minta bantuan pada negara kecil seperti Norwegia dan Inggris yang anggota NATO. Padahal Kursk dan kapal selam seangkatannya awalnya dirancang untuk menghancurkan kapal-kapal induk negara-negara NATO tersebut.

Namun semua sudah terlalu terlambat. Bantuan dari Norwegia memerlukan tiga hari perjalanan dan sampai di TKP pada tanggal 20 Agustus. Itu berarti tujuh hari setelah kecelakaan terjadi ! Melalui robot pembawa kamera bertelivisi yang diterjurkan bersama beberapa penyelam Norwegia diketahui bahwa bagian dalam Kursk telah kebanjiran. Tak ada satu pun awak kapal yang bisa diselamatkan.

Dunia pun menggigil marah. Dengan suara geram, baik pers asing maupun Rusia terang-terangan mengecam para petinggi Rusia atas ketidakbecusan dalam menyelamatkan rakyatnya. Izvestia menulis, ”Awak kapal yang megap-megap sekarat di dasar Laut Barentz itu sama sekali tidak dihargai oleh para pemimpin negara ! Presiden tidak tergerak untuk menghentikan liburannya di Sochi guna mengikuti usaha penyelamatan dari dekat, tapi malah meneruskan liburannya di Yalta !!”

Tanpa rasa bersalah Presiden Vladimir Putin menangkis kritik itu dengan jawaban ringan guna menyelamatkan mukanya sendiri. Tanpa meminta maaf ia berkata, ”Sebenarnya saya ingin terbang ke tempat kejadian musibah, namun setelah saya pertimbangkan baik-baik, saya tidak jadi pergi. Kehadiran saya hanya akan menganggu pekerjaan para pakar penyelamat!”

Kursk adalah sebuah tragedi karena didalam perut raksasanya yang gelap dan dingin, para putra Rusia yang setia dan berdedikasi diperlakukan tidak lebih dari korban sampingan kepenting politik semata. Namun tragedi terbesar Kursk adalah tragedi kematian nurani para elit politik yang ditangan merekalah sebenarnya sebuah keputusan untuk mengelamatkan jiwa rakyatnya berada.

Baca Selengkapnya......

Badai mendatangi tempat kami berteduh. Dia datang beserta banyak kilat, guntur dan hujan. Anak-anak kecil kami berlari ke ibu-ibu mereka dan bersembunyi di balik tubuhnya. Mereka ketakutan pada suara yang menderu seperti seribu sayap lebah tersebut. Kami takut pada lebah karena mereka kadang menyakiti kami dan anak-anak kami. Tapi suara itu terasa lebih mematikan dari para lebah. Lebih misterius. Dan kami pun bertanya-tanya, di balik ketakutan kami, apa gerangan misteri di balik mereka; badai, kilat, guntur dan hujan itu. Apakah mereka, yang ada di langit - para dewa – Bal dan Madruk, tengah marah besar. Tapi kenapa?

Setelah badai berlalu, kami melihat ada sesuatu yang memijar di hutan dekat tempat kami berteduh. Kami, secara berkelompok, memberanikan diri untuk mendatangi dan menyelidikinya. Dan kami melihat sesuatu yang belum pernah kami lihat sebelumnya, sesuatu yang terang, panas dan meloncat-loncat. Dia berwarna merah dan kuning. Dia mengeluarkan bau yang khas. Lalu kami menamakannya, ”api.” Dia hidup, ya kami bisa melihatnya, dia hidup karena dia menyantap makanan. Makanannya adalah tanaman dan dahan pohon. Bahkan bila kami memperbolehkannya dia akan memakan pohon-pohon yang lebih besar. Dia memang kuat, namun dia tidak terlalu pandai. Dia akan mati bila makanan habis. Ia tidak mau berjalan bila tidak ada makanan di jarak yang kami kehendaki untuk dituju. Dia tidak dapat berjalan bila tidak ada makanan. Jadi kami pikir, tanaman dan batang pohon adalah kaki-kaki mereka. Tapi bila dia makan dengan jumlah yang besar, dia akan melahirkan anak-anak api yang lain.

Salah satu dari kami memiliki gagasan untuk menangkap api tersebut. Sebuah pemikiran yang mengerikan namun juga membangkitkan gairah. Bagaimana bila kami jadikan dia sahabat kami? Dia kuat dan pasti akan berguna untuk kami. Lalu kami memperhatikan salah satu anak api tengah makan dan berjalan di dahan yang terbuat dari kayu yang keras. Dia menyantapnya dengan sangat lambat. Kami lalu mengangkat dahan-dahan tersebut di bagian ujungnya yang tidak terbakar. Lalu kami meninggalkan tempat itu. Sejenak kami berlari, karena didorong oleh gairah rasa penasaran yang tinggi untuk menunjukan pada saudara-saudara kami yang lain. Tapi, anak-anak api lemah. Jika kami berlari maka dia mati. Lalu kami pun berjalan lambat sambil terus berkata pada anak-anak api tersebut dengan suara yang lembut dan penuh iba, ”Jangan mati, jangan mati...” Kami pun senantiasa memberi dia makanan dari dahan-dahan kayu yang kami temui di jalan pada saat dia hampir menghabiskan seluruh dahan di tangan kami. Sesampainya di tempat kami berteduh, saudara-saudara kami memandanganya dengan mata terbelalak, antara ketakjuban dan kengerian.

Sejak itu kami memeliharanya. Kami tempatkan dia di tempat yang teduh dan jauh dari air. Air adalah musuh api, dia mampu membunuhnya. Kami mempunyai ibu api. Darinya kami memberikan makanan dan dia pun melahirkan anak-anak api yang bisa kami bawa ke tempat-tempat jauh. Kami pun selalu memberi ibu api makanan agar tidak mati kelaparan. Api memang mengagumkan dan juga bermanfaat. Kami yakin bahwa dia adalah hadiah yang diberikan oleh makhluk-makhluk yang sangat berkuasa. Apakah makhluk itu adalah makhluk yang sama yang mengirim kami badai saat mereka marah?


Dan kami pun bersahabat, api dan kami. Di malam yang dingin api menghangatkan kami. Dia membuat kami bisa melihat di dalam kegelapan. Sekarang, pada saat bulan masih baru, kami dapat memperbaiki tombak dan alat berburu kami yang lainnya sebelum kami berangkat berburu keesokan harinya. Dengan penerangan itu, kami pun bisa saling berbicara hingga larut malam. Waktu kami untuk berbicara menjadi lebih panjang. Kami bercerita tentang anak-anak kami dengan rasa bangga sementara mereka tidur dengan wajah lugu di atas payudara ibunya. Api membuat rasa cinta kami pada anak-anak kami semakin besar. Dan hal yang paling bagus adalah api menjauhkan binatang-binatang malam yang ganas. Sebelumnya, kami sering mendapati anak-anak atau istri kami hilang di pagi hari saat sinar matahari terbit. Sekarang keadaannya lain. Sekarang para binatang buas itu menjauh. Kami bisa melihat mereka mengendap-endap mengelilingi dan menatap kami, makan malam mereka, dengan buas. Tapi api balas menatap mereka. Mereka tahu api kami kuat dan mereka takut. Kami dapat melihatnya di mata mereka yang mengkilat. Mereka melolong panjang penuh rasa marah dan putus asa. Ya, mereka takut api. Tapi kami tidak takut. Kami memelihara api dan api memelihara kami.

Baca Selengkapnya......

Seorang pemuda yang tengah gundah keluar dari rumahnya dan menatap langit malam. Di sana, di atas sana yang gelap, ia menatap apa yang telah ada selama jutaan tahun. Sebuah landskap masa lalu yang terwakili oleh titik-titik kecil yang bersinar, para bintang. Pemuda itu mendongak dan terus memandangi langit malam itu. Dia terdiam selaras dengan kesunyian malam itu. Namun pikirannya diliputi oleh banyak pertanyaan. Sementara hatinya yang semula gelisah berangsur-sangsur mereda dan menjadi jauh lebih nyaman. Di langit ia menemukan ketenangannya.

Malam semakin dingin. Suhu sudah tak lagi bersahabat. Ia tahu ia harus segera masuk atau esok pagi ia akan mendapati dirinya tergolek demam karena flu. Di dalam rumah ia menemukan sebuah pie apel yang dibuat kakaknya siang sebelumnya. Ia menyantap sepotong kecil pie apel tersebut sambil terus mengamati sisa pie apel yang ada di depannya. Untuk membuat pie seperti itu ia membutuhkan terigu, gula, air, sejumlah ini dan itu dan panasnya oven. Ia pun tahu bahwa sesendok air tersusun dari gugusan atom-atom Hidrogen dan Oksigen. Demikian unsur-unsur yang lain, mereka pun terbentuk dari atom-atom yang jauh lebih kecil dan sederhana; Karbon, Natrium, Kalium dan lain sebagainya yang pada akhirnya membentuk molekul yang lebih komplek. ”Lalu dari mana atom-atom ini berasal?” Pikir pemuda tersebut.

Kecuali Hidrogen, semua atom-atom tersebut dibuat di dalam bintang. Bintang bisa dikatakan sebagai sebuah dapur kosmos dimana atom Hidrogen dimasak hingga menjadi atom-atom yang lebih berat. Hidrogen sendiri terbentuk dari Dentuman Besar, sebuah ledakan yang mengawali alam semesta. ”Jadi,” Pikir pemuda itu, ”Kalau seseorang yang dengan kejadian luar biasa – meskipun tidak mungkin – ada sebelum adanya Dentuman Besar dan ia menghendaki sebuah pie apel yang tengah aku makan, artinya ia harus menemukan alam semesta dulu. Betapa sebuah langkah yang begitu besar untuk sebuah hal yang sangat remeh.”

Namun tidak ada yang remeh dalam science. Semua hal bermakna - dari perhitungan maha besar alam semesta dengan bilangan perkalian terhadap sepuluh pangkat ratusan hingga perhitungan fisika quantum yang menghitung materi-materi yang begitu kecilnya hingga melibatkan bilangan sepuluh dengan pangkat minus sekian ratus. Proyek penjelajahan luar angkasa yang menghabiskan milyaran dolar pun pada akhirnya berawal dari tujuan yang sangat sederhana, yaitu sebuah harapan. Harapan akan adanya kebudayaan lain selain di Bumi. Harapan yang timbul akibat keterasingan dan kesepian kita di hamparan alam semesta yang tak terukur batasnya ini. Sebuah harapan untuk mengerti, siapa kita sebenarnya. Bahkan dengan kecepatan yang dimiliki objek terbang penjelajah angkasa milik kita sekarang pun, kita baru akan mendekati bintang terdekat kita setelah berpuluh generasi ke depan. Dan untuk mencapai galaksi terdekat kita membutuhkan waktu yang sangat jauh lebih lama. Demikian lamanya hingga pada saat itu terjadi evolusi telah membawa manusia ke dalam bentuk dan kecerdasan yang berbeda. Atau, dalam skenario terburuk, bumi telah tenggelam dalam lapisan termonuklir matahari yang mengembang saat matahari menghadapi sakaratul mautnya.

Bagaimana mungkin para ilmuwan melakukan kegiatan yang begitu utopis? Karena mereka percaya bahwa tidak ada utopia. Segala sesuatu itu mungkin dan sangat mungkin. Perjalanan Don Colombus pun diawali dengan sebuah mimpi besar yang gila, yaitu untuk menemukan dunia baru. Mereka, para penjelajah samudra, adalah para pemimpi. Dan bermimpi adalah naluriah bagi manusia. Leonardo Da Vinci bermimpi bahwa manusia akan terbang seperti burung, beberapa abad kemudian manusia menemukan teknologi daya dorong dan mengenal sifat-sifat udara. Manusia pun bisa terbang. Dalam bukunya yang dianggap sebagai science fiction pertama di dunia, somnium (Yunani : mimpi), Johannes Kepler bermimpi bahwa manusia dapat melakukan perjalanan wisata ke bulan dan memandangi rumah mereka di bumi yang tergantung di langit malam mereka. Kini kebudayaan manusia membuktikan bahwa mimpi tersebut telah menjadi nyata.

Memang tidak ada yang remeh. Evolusi terjalin dalam sebuah kerumitan tinggi yang sangat teratur dengan kebetulan-kebetulan yang mengagumkan. Andaikata nenek moyang kita dulu bukanlah spesies ikan dengan sepuluh “phalanges” maka matematika dengan basis bilangan desimal (bilangan berbasis sepuluh) adalah hal yang aneh. Geometeri dan trigonometri mungkin akan menjadi sangat berbeda dengan yang kita kenal sekarang. Suatu hal yang remeh di masa lalu adalah suatu yang yang besar di masa sekarang. Semakin jauh kejadian itu terjadi di masa lalu, semakin besar perbedaan yang terjadi. Hal yang remeh sekarang akan membawa perubahan besar di masa yang akan datang. Mungkin generasi kita sekarang tidak akan merasakannya, demikian juga generasi berikut dan berikutnya. Tidak ada manusia yang mempunyai cukup umur untuk bisa menjadi saksi hidup dalam galur evolusi. Tapi umat manusia dapat melakukannya.

Pemuda itu kembali memandangi pie apel yang gosong di pinggirannya. Dia tahu di dalam keraknya yang kering menghitam itu terkandung unsur Karbon yang tinggi. Bila ia kemudian membelahnya secara terus-menerus, pada belahan yang ke sembilan puluh, ia akan menemukan atom karbon. Atom tersebut terdiri dari enam proton dan enam neutron pada intinya. Bila kemudian, dengan metode tertentu, masing-masing dua proton dan dua neutron dilepas dari nukleusnya, maka yang tertinggal bukan lagi atom Karbon namun berupa atom Helium. Maka terjadi sesuatu yang istimewa di sini. Tidak sebagaimana matematika konvensional mengajarkan bahwa satu dibagi dua adalah setengah. Yang terjadi jauh berbeda dengan pengertian itu. Bila sebuah atom dibelah maka yang dihasilkan adalah sesuatu yang sangat berbeda – sebuah atom dengan sifat yang sama sekali lain. Proses fisi atomik tidak menghasilkan setengah atom namun transmutasi ke atom jenis lain.

Di alam ini ada 92 jenis atom yang terbentuk secara kimiawi. Mereka dinamakan berdasarkan jumlah proton di dalam nukleus mereka. Hidrogen memiliki satu proton, Helium memiliki dua hingga Uranium yang memiliki proton berjumlah 92. Mereka bisa berbentuk padatan, beberapa gas dan dua diantara mereka (Bromin dan Air Raksa) berbentuk cairan dalam suhu ruang. Partikel elementer bermuatan penyusun atom – proton, elektron dan neutron – tunduk pada hukum kelistrikan yang sama seperti yang lainnya. Elektron cenderung menolak elektron. Demikian juga dengan proton. Ikatan antar proton justru terjadi atas jasa neutron yang memiliki daya penghasil gaya nuklir jarak-dekat. Dengan gaya ini nukleus tetap saling menyatu. Dua proton dan dua neutron adalah nukleus atom Helium. Tiga inti Helium membentuk satu inti Karbon; empat, Oksigen; Lima, Neon; dan seterusnya. Ada juga atom yang dibentuk secara sisntetis dengan mempermainkan formula partikel elemeter atomiknya. Salah satunya adalah atom dengan komposisi proton 94 yang disebut unsur 94 yang bernama Plutonium. Pada kenyataannya unsur ini sangat beracun dan terurai begitu lambat.

Dari manakah elemen-elemen ini berasal? Alam semesta, seluruhnya, hampir di mana-mana ternyata terdiri dari 99 persen atom Hidrogen dan Helium, dua unsur yang paling sederhana. Helium bahkan telah lama ada di matahari sebelum terdeteksi di Bumi. Pada awalnya bintang-bintang dan planetnya dilahirkan dalam keruntuhan gravitasional awan gas dan debu antarbintang. Tumbukan-tumbukan antar molekulnya di dalam interior awan memanaskannya hingga sampailah pada titik di mana Hidrogen berubah menjadi Helium. Empat inti Hidrogen bergabung menjadi satu inti Helium dengan disertai penyerta foton sinar Gamma. Sang bintang pun mulai menyala, keruntuhan gravitasi pra bintangnya telah berhenti dan panas yang dihasilkan pada inti bintang menahan beban-beban lapisan terluar bintang. Matahari telah dalam fase stabil ini selama lima miliar tahun terakhir. Pada saat ini, pada tiap detiknya, sekitar empat ratus juta gram Hidrogen bergebung menjadi atom Helium dalam reaksi termonuklirnya. Reaksi ini menghasilkan suhu enam juta derajat hingga empat puluh juta derajat pada intinya.

Jauh di dalam inti bintang, fusi nuklir menciptakan unsur-unsur berat. Abu pembakaran Hidrogen inilah yang akan menjadi cikal bakal atomik bagi para planet dan bentuk-bentuk kehidupan masa depan. Bintang-bintang masif segera kehabisan bahan bakarnya dan memasuki orde akhir hayatnya. Dengan sebuah ledakan maha dasyat, bintang tersebut menyemburkan unsur-unsur yang dikandungnya ke ruang antar bintang. Di sinilah awan-awan antar bintang kembali terbentuk. Fase kebangkitan bintang-bintang generasi berikutnya pun dimulai. Matahari termasuk di dalamnya.

Di dalam awan gas tersebut pun mulai terbentuk gumpalan-gumpalan gas yang tidak cukup memiliki bahan bakar untuk melakukan reaksi nuklir sendiri. Inilah proses awal terbentuknya planet-planet. Di antara planet-planet tersebut, terdapatlah sebuah dunia yang sangat biasa dan cenderung remeh. Ia kaya akan kandungan bebatuan dan besi. Dunia ini kemudian kita kenal sebagai Bumi purba.

Bumi purba terus berotasi dan mendapat sinar dari bintang terdekatnya yaitu matahari. Ia menjadi semakin padat dan hangat. Dalam kondisi tersebut, bumi melepaskan kandungannya yaitu gas Metana, Amoniak, air dan Hidrogen yang kemudian ditahan oleh gaya gravitasi dan membentuk atmosfir primitif dan lautan-lautan pertama. Oleh sebuah reaksi kimia dan fisika yang sangat kita kenal kini, bumi menghasilkan petir, badai dan guntur. Gunung-gunung meletus dan menumpahkan lava. Kejadian-kejadian ini merusak molekul-molekul yang ada di dalam atmosfer bumi purba. Molekul-molekut tersebut lalu kembali terbentuk dengan susunan yang lebih rumit dan kemudian terlarut dalam lautan-laitan pertama. Petir adalah sumber tenaga yang labil dan masif. Dia berperan aktif dalam proses pembentukan kehidupan-kehidupan awal. Munculah untuk pertama kali molekul-molekul yang memiliki kemampuan untuk membuat salinan kasar dirinya sendiri. Dia menggunakan molekul-molekul lain di dalam larutan molekul tersebut. Dengan berjalannya waktu dan diawasi oleh mata seleksi alam yang ketat, munculah molekul-molekul yang mampu menduplikasi dirinya dalam tingkat yang lebih rumit. Kombinasi molekulernya pun semakin banyak. Dengan berlahan-lahan, hampir tidak terlihat, kehidupan pun dimulai. Tanaman-tanaman ber sel satu berevolusi dan mampu menghasilkan makanan sendiri. Fotosintesis merubah atmosfer. Seks ditemukan. Bentuk-bentuk yang sebelumnya bebas mulai bergabung menjadi sel-sel yang rumit dan memiliki fungsi-fungsi yang unik. Saat perasa kimiawi berevolusi, kosmos pun mulai bisa mengecap dan membau. Organisme bersel tunggal berubah berevolusi menjadi koloni multiseluler. Mata dan telinga terbentuk hingga kosmos bisa melihat dan mendengar. Lalu mereka mendapati bahwa daratan mampu menyokong kehidupan dan mereka pun bermigrasi besar-besaran. Daratan bumi purba dipenuhi oleh organsime-organisme mendengung, merayap, berjalan, melayang, memanjang dan mengkerut dan membumbung tinggi. Mengalir di dalam sistem tubuh beberapa organisme tersebut, cairan-cairan yang sangat mirip dengan cairan di lautan purba. Mereka bertahan dengan kecerdikan dan kecepatan mereka.

Dan beberapa waktu yang lalu, belum terlalu jauh dari kini, beberapa binatang kecil turun dari pepohonan habitat mereka. Mereka lalu berdiri tegak dan berjalan dengan sistem bipedal, dua kaki. Merupakan suatu yang mengagumkan saat mereka juga belajar sendiri untuk menggunakan dan menciptakan peralatan, menjinakan hewan-hewan lain, tanaman dan api dan kemudian membuat bahasa. Debu-debu alkemia yang bersatu di dalam dirinya memasuki fase kesadaran. Dengan laju yang lebih dipercepat, mereka menemukan tulisan, kota-kota, seni dan ilmu pengetahuan. Mereka lalu mengirimkan kapal-kapal ke angkasa dan menjelajahi planet-planet dan menemukan bintang-bintang. Inilah homo sapien, species animalia tertinggi yang dihasilkan dari gumpalan atom Hidrogen alam semesta. Kita menyebutnya dengan panggilan yang lebih akrab yaitu manusia.

Bintang adalah nenek moyang kita.

Reaksi nuklir perbintangan menghasilkan unsur-unsur yang ada dalam kehidupan kita sehari-hari. Semua unsur di Bumi, kecuali Hidrogen dan sejumlah Helium, pernah dimasak di dalam sebuah bintang oleh sejenis alkemia bintang miliaran tahun yang lalu. Sebagian dari mereka mungkin telah hilang dalam ledakan Nova atau Supernova, atau mungkin sebagian yang lain masih tertinggal sebagai bintang kerdil di sisi lain Bima Sakti. Dan unsur-unsur itulah yang membentuk kita dan segala di planet Bumi. Nitrogen di dalam DNA kita, Karbon di kerak pie apel, besi dalam darah kita dan kalsium di sistem tulang dan gigi kita adalah materi-materi yang berasal dari bintang-bintang.

Kini pemuda itu menjadi lebih mengerti, mengapa dia begitu damai saat memandang lautan bintang di angkasa raya yang sepi. Tiba-tiba ia mendapati bahwa dirinya adalah seorang pengembara lautan kosmik. Dan sebagaimana seorang pengembara yang selalu merindukan kampung halamannya, ia pun rindu ingin kembali. Maka pada malam hari, pada saat kegelisahan akan kerinduan yang begitu purba menguasai hatinya, ia selalu pergi keluar dan menengok ke atas. Dia terdiam selaras dengan kesunyian malam itu. Namun pikirannya diliputi oleh banyak pertanyaan yang belum terselesaikan. Sementara hatinya yang semula gelisah berangsur-sangsur mereda dan menjadi jauh lebih nyaman. Di langit ia menemukan ketenangannya karena di langit itulah ia berasal. Di sanalah rumahnya, dimana ia akan kembali pada suatu saat nanti.

Baca Selengkapnya......

Pada suatu malam, beberapa hari yang lalu, aku bersama kakak dan suaminya (dua-dua nya berprofesi sebagai dokter) menghabiskan beberapa jam duduk dan ngobrol setelah makan malam di ruang makan. Dalam kondisi seperti itu, sebenarnya aku cenderung menjadi pendengar aktif daripada sebagai pembicara, karena topik yang mereka bicarakan selalu saja di seputar dunia mereka, yaitu dunia medis. Tapi aku menikmatinya, karena aku telah terbiasa dengan keadaan itu. Dari kecil aku memang terbiasa menjadi pendengar setia saat mereka membicarakan kejadian-kejadian aneh, memilukan hingga menyeramkan saat mereka menangani pasien dengan beraneka ragam keluhan dan penderitaan. Lebih dari itu, mungkin satu dua hal, aku bisa belajar dari mereka.

Sampai tibalah mereka membicarakan tentang kesehatan jiwa. Mereka bercerita tentang orang-orang dengan kondisi mental yang terganggu. Alih-alih menyeramkan, yang keluar malah banyak cerita-cerita lucu dan mengherankan. Contohnya kakakku pernah bertemu pasien lulusan sekolah tinggi teknik terkemuka di negara ini. Anak ini pinter luar biasa hingga dia meneruskan sekolah di Jerman untuk S2 nya. Eee...apes memang tidak bisa diperkirakan. Bukanya sukses yang diterima, dia malah mengalami kecelakaan hebat hingga lobus frontalnya harus diambil. Hasilnya dia jadi ga 'penuh' alias gila dan harus dirawat di Indonesia. Yang mengherankan adalah bahwa dia masih memiliki kecerdasan yang mengagumkan. Perlu diketahui bahwa kegilaannya tidak terjadi terus-menerus, hanya apabila dalam keadaan tertekanlah biasanya dia menjadi gila lagi. Di luar itu, pada saat stabil, dia cenderung 'normal' dan menunjukan kecerdasannya. Begitu cerdasnya dia hingga dia bisa dengan fasih melakukan presentasi tentang ilmu jiwa! Dia bahkan menawarkan pada kakakku ini, untuk laporan pada dosen, jenis penyakit jiwa apa yang akan dia perankan di hadapan dosen tersebut saat ujian akhir stase nanti; mau depresi, skizofren, mutisme, histeria atau apa, karena dia bisa semua!! Pernah suatu kali kakakku kehilangan salah satu buku anatominya. Ternyata buku itu sedang dibaca oleh si pasien ini. Dari isi pertanyaan si pasien yang dilontarkan pada kakakku, kakakku terheran-heran karena ternyata pertanyaannya sangat kritis dan terarah, menandakan dia paham isi buku tersebut. Dasar wong gila eudaaannn!!!!!!!!!

Pernah kakakku bertemu dengan pasien yang hendak dibawa pulang karena dinyatakan sembuh. Karena keluarga belum datang maka kakakku dan pasien tersebut setuju mengisi waktu dengan main tenis meja. Saat permainan itu, kakakku sedikit hilang kendali dan berhasil mengalahkan telak pasien tersebut. Dia melakukan smesh-smesh yang sama sekali tidak bisa ditahan si pasien. Hasilnya? Pasien itu marah dan mengamuk! Saat keluarganya datang, mereka tidak lagi bisa membawa pulang pasien tersebut karena dinyatakan gila lagi. Sementara kakakku kabur entah kemana...hehehe

Kata mereka, secara garis besar, penyakit jiwa itu hanya ada dua, yaitu depresi yang biasa diderita wanita dan skizofrenia yang biasa menyerang kaum adam. Mereka juga memberi contoh tentang salah satu teman mereka yang mengidap penyakit skizofren dan betapa beratnya saat dia harus melawan 'suara-suara' yang menyuruhnya mengangkat rok-nya saat di tengah angkutan kota (kebetulan teman mereka ini wanita) dan bagaimana dia harus berjuang untuk melawan 'suara-suara' yang menyuruhnya memotong nadi di tangannya.

Glek! Aku terdiam. Tiba-tiba suara terasa sunyi. Aku bersidekap dan merapatkan krah bajuku untuk menghangatkan diri saat kurasakan tubuhku mendingin seperti es dan semua tawa terasa hambar. Dan aku tahu, sesuatu dalam diriku membawaku pergi. Seperti terhisap ke dalam lubang cacing einstein, aku terlempar ke masa lalu. Masa lalu di mana aku pertama kali harus keluar rumah dan menjalani hidup sendiri. Pada saat itu, aku begitu menyukai keheningan...karena keheningan menenangkanku. Karena dalam keheningan itu aku bisa mendengar suara-suaraku sendiri atau...suara-suara dalam kepalaku?

Dan, pada saat itu, aku takut ketinggian.

Lalu kutemukan aku berada di bibir kawah Gunung Tangkuban Perahu. Pada saat itu kami (aku dan teman satu sekolahan SMP) mengadakan wisata ke Bandung pasca EBTA/EBTANAS. Dan kusadari aku selalu menjauh dari bibir kawah sementara teman-temanku yang lain antusias menyaksikan kawah dari gunung yang konon berasal dari perahu Sangkuriang itu. Aku takut ketinggian. Tapi ada suatu dorongan gairah yang sangat kuat yang menyuruhku untuk melangkahkan kakiku ke tempat itu, suatu gairah keingintahuan. Dan aku pun melangkah ke tempat itu, ke bibir Jurang Kawah Tangkuban Perahu. Pada saat itulah, kini, aku mengerti kenapa aku takut ketinggian. Bukan karena tingginya jurang itu dan batu-batuan cadas yang ada di sekitarnya yang membuat kakiku gemetar, tapi karena 'suara-suara' yang menyuruhku melompat ke kawah tersebut!!!

Aku ingat bagaimana tanganku menggenggam kuat kayu pembatas. Aku pejamkan mataku rapat-rapat dan merasakan perang yang begitu berat. Suara itu menyuruh kakiku melangkah tapi ada kekuatan besar yang menyuruhku tidak melepaskan genggaman tanganku dari kayu itu. Tidak ! TIDAK !!! Dan kurasakan seseorang memelukku dari belakang. Saat kubuka mata kusadari Naning tengah menahanku dan membuyarkan perang itu. Kulihat wajahnya yang kuatir. "Kamu gak pa-pa? Pusing?"

Naning dan aku memang satu kelas di kelas tiga. Dan dari kelas satu dia memang sudah memperhatikan aku yang sering tidak masuk sekolah karena sakit. Dia kuatir karena menyangka aku sakit, padahal dia melakukan suatu yang lebih besar dari sekedar kekuatiran dan perhatian. Dia telah menyelamatkan hidupku!!

Aku menggeleng dan kusadari tubuhku kedinginan karena keringat yang membasahi bajuku. Lalu dia memapahku menjauh dari tempat itu. Aku menurut saja menuruti keinginannya. Ada suatu kelegaan kurasakan, suatu yang ringan atau mungkin aku hanya terlalu capek, aku tidak tahu. Hingga saat ini, dia tidak pernah tahu apa yang terjadi sebenarnya pada saat itu.

Menengok jauh ke belakang, kusadari ternyata keadaan itu sering terjadi padaku. Kini aku ingat bahwa dulu aku juga tidak nyaman bila harus ke kamar mandi untuk BAB karena pada saat aku melakukannya aku merasa di tengah keramain orang. Mereka memperhatikanku dan memandangku dengan wajah jijik campur malu. Aku lebih malu lagi, karena itu, dulu, aku tidak teratur dalam aktivitas yang satu tersebut. Biasanya yang aku lakukan adalah mengembangkan indraku. Aku melihat, mendengar dan benar-benar mencoba merasakan hingga aku tersadar bahwa aku berada di kamar mandi dan sendiri, tidak di tengah keramaian.

Aku tidak ingat betul kapan semua itu berakhir. Yang aku ingat adalah bahwa pada suatu hari, entah kapan dan entah dimana --tapi di tempat ketinggian juga, saat suara yang menyuruhku melompat kembali muncul, aku menentangnya. Atau lebih tepat aku menantangnya !! Aku tahu, dengan sisa-sisa akal sehatku, bahwa aku belum mau mati. Orang-orang yang kusayangi juga belum mau aku mati -- atau mungkin juga tidak. Aku tidak ingat betul apa yang membuatku berani menantangnya, yang aku tahu bahwa ITU TIDAK BENAR!! Lalu aku berkata, "Aku tidak akan melompat !! Kalau aku tidak mau, kamu mau apa ?!"

Memang setelah itu godaan itu kadang masih muncul lagi. Kadang aku berpikir, "bagaimana ya rasanya saat nadiku diputus. Bagaimana si rasanya mati? Apakah aku akan melayang-layang seperti kata orang di udara? Ayo, coba saja. Coba saja..." Tapi entah kenapa, aku tidak melakukannya. Lalu aku bergaul dengan teman-teman SMA ku yang pemberontak. Aku mulai belajar tertawa dengan keras, aku belajar berbohong dan belajar menguimpat -- dan itu sangat melegakan. Dan aku belajar bahwa aku akan baik-baik saja saat jauh dari orang tua. Aku belajar bahwa aku pun bisa berbahagia. Setelah itu godaan-godaan tersebut lambat laut mulai melemah dan hilang sama sekali.

Apakah aku pernah gila? Pernah menderita Skizoprenia? Mungkin. Tapi nyatanya aku berhasil melewatinya dan lebih dari pada itu, aku berhasil melewatinya tidak dengan bantuan orang lain. Aku berhasil sembuh karena ada kekuatan yang luar biasa yang aku miliki. Aku bisa sembuh karena aku BISA !!!

Memang kini kusadari bahwa 'suara-suara' itu bukan betul-betul suara, namun hanya seperti rasa dorongan / godaan yang kuat. Dan sejauh yang kuingat, dorongan itu juga tidak cenderung untuk menyakiti orang di sekitarku, hanya untuk internal diriku sendiri. Godaan untuk mengetahui rasanya jiwa melayang ke atas atau tubuh yang meluncur ke bawah. Sepertinya hanya sebatas itu.

Hmmm...kalau ingat hari-hari itu memang agak menyeramkan. Namun kembali, aku melihat ke dalam diriku sendiri. Sepertinya aku tidak punya alasan untuk menyesalinya dan lebih dari itu, aku memang tidak menyesal. Aku bahkan merasa bahwa itu adalah bagian dari cerita diriku yang aku yakini bahwa Tuhan Pelindungku pasti punya alasan memberiku pengalaman hebat semacam itu. Positive thinking aja, tidak semua orang punya pengalaman seperti itua kan? Hehehe...Dan kalau pun, pada saat itu, aku melompat dan mati, aku yakin Tuhan Penuntunku menentukan bahwa itu yang terbaik. Tapi kini aku di sini, menulis pengalaman ini dengan menahan rasa ingin pipis di kandung kemihku. Hehehe...

O ya, sepertinya ada satu hal lagi yang secara ampuh aku gunakan untuk menyingkirkan godaan-godaan itu, yaitu HUMOR, ketawa, ngguyu, meskipun kadang wagu. Humor memang salah satu pusaka yang ditanamkan Tuhan Yang Menciptakan ke dalam diri manusia untuk bertahan hidup di dunia ini. Dunia yang jauh di bawah surga...

Dan malam itu, kusadari aku berada di meja makan itu, bersama dua kakakku yang mengagumkan tersebut. Dan aku tertawa dalam hati, terima kasih Tuhan, telah membuat pembicaraan mereka malam itu menjadi berguna bagiku. Satu lagi serpihan masa laluku aku temukan dan akan kusimpan rapat-rapat sebagai sejarah kehidupanku. Aku tidak ingin mengulanginya lagi. Catatan sejarah itu hanya akan aku gunakan untuk menemukan diriku sendiri karena sejarah bukan hanya tentang masa lalu, tapi tentang diri masa kini dan masa yang akan datang. Sejarah akan membuatku tahu siapa diriku ini, dan siapa yang menemukan dirinya sendiri, maka dia akan menemukan Tuhannya.

"Dan tunjukan aku jalan yang lurus" demikian kita berdoa, "yaitu jalan orang-orang yang Kau beri petunjuk, dan bukan jalan orang yang tersesat lagi Kau murkai."

Bukankah jalan yang lurus adalah jalan dimana Allah, Tuhanku ada di ujung jalan sana menyambutku dengan tersenyum...?

Baca Selengkapnya......