Bentuknya yang tegar dengan ukuran pongah sepanjang 154 m, atau seukuran satu lapangan sepak bola, tampak gagah dan mengerikan saat dia berenang di permukaan air laut. Namun kemampuan utamanya adalah menyelam, mengintai dan menghancurkan musuh tanpa ampun. Dia memang dirancang untuk membunuh lawan, sama sekali bukan untuk membunuh awaknya sendiri. Dia bernama Kursk, kapal selam nuklir raksasa Angkatan Laut Rusia dari kelas Oscar-2 yang paling modern. Namun arogansi politikus tingkat atas membuatnya dikenang sebagai sebuah tragedi di pengujung hayatnya.

Adalah Ir. lewon Abramov, seorang perwira mesin kapal selam nuklir Angkatan Laut Rusia, pada musim semi 1995 melaporkan bahwa reaktor nulir kapal selamnya agak rusak. Ia mengusulkan agar membatalkan keberangkatan kapal selam tersebut dari Pelabuhan Sapadnaya Liza agar reaktor tersebut diperbaiki. Atas laporan tersebut, Markas Besar Armada Laut Utara mempunyai ‘jalan keluar yang lebih bagus’ yaitu mencopot Abramov dan menggantinya dengan perwira mesin yang lain. “Kapal harus tetap berangkat,” kata mereka.

Abramov lalu dipindah ke bengkel angkatan laut di daratan. Namun ia menemukan bahwa keamanan reaktor nuklir di tempatnya bekerja tidak dapat dipertanggungjawabkan keamanannya. Ia mengusulkan agar segera ditutup agar tidak mencelakakan para pekerja yang lain. Komandan bengkel yang menerima laporan itu punya ’jawaban yang bijaksana,’ Abramov dipecat ! Ia dinilai merongsong supremasi Angkatan Laut Rusia dan segera dihadapkan pada Mahkamah Militer Rusia.

Empat bulan kemudian kecelakaan yang dikuatirkan Abramov terjadi juga. Kapal selam tersebut bocor reaktor nuklirnya. Lima orang luka berat dan salah satu di antaranya meninggal dunia. Mahkamah Militer di Moskow segera membenarkan usulan Abramov sebelumnya, tapi untuk apa? Semua sudah terlambat.

Tahun 2000, lima tahun setelah tragedi tersebut ternyata pihak Rusia tidak belajar juga. Hari Minggu, 13 Agustus 2008, Kursk tengah melakukan latihan perang di Laut Barentz bersama Angkatan Laut Utara. Kursk adalah salah satu dari delapan buah kapal selam kebanggan Rusia yang dilengkapi dengan teknologi paling mutakhir saat itu. Namun pada saat ia menembakkan terpedo tiba-tiba terdengan bunyi ledakan yang sangat keras. Begitu kerasnya hingga bisa didengar dua kapal selam Amerika di dekatnya. Padahal seharusnya terpedo tidak menimbulkan bunyi saat dilontarkan di dalam air. Penyebabnya tidak diketahui secara pasti, namun bagian depan kapal diduga rusak berat dan tabung pelontar terpedo kemasukan air. Komandan kapal menghentikan reaktor nuklir penggerak mesin kapal. Kapal pun tenggelam karena tak ada kekuatan yang membuatnya mengapung. Kontak radio pun terputus sejak itu.

Sudah menjadi hukum adat para pelaut internasional untuk segera memberikan pertolongan pada awak kapal lain yang mengalami kecelakaan. Namun hukum tersebut ternyata tidak berlaku pada kasus ini. Tanggal 14 Agusuts, Panglima Angkatan Laut Norwegia, Laksamana Muda Einer Skorgen, menawarkan bantuan penyelamatan atas Kursk namun tawaran itu tidak ditanggapi pihak Rusia. Pihak Rusia sedang menunggu komisi yang dipimpin Wakil Perdana Mentri, Ilya Klebanov, mengadakan rapat dulu di pangkalan Armad Laut Utara. Karena kepentingan politik dan ketidakbecusan para elit tingkat tinggi membuat misi penyelamatan berjalan sangat lambat.

Masalah berikut yang lebih gawat adalah bahwa ruang kapal selam akan kehabisan oksigen. Bila tidak sesegera mungkin ditolong seluruh awak kapal tidak akan dapat diselamatkan. Namun Laksamana Vladimir Kuroyedov, panglima Angkatan Laut Rusia, menegaskan bahwa persediaan oksigen baru akan habis pada hari jumat berikutnya. Hal ini membuat para pakar kapal selam terkejut dan terheran-heran. Bahkan pada hari berikutnya (14 Agusuts 2000), saat oksigen masih belum benar-benar habis, menurut para dokter angkatan laut, oksigen sudah tidak mampu memberikan energi para awak kapal untuk bergerak makan-minum layaknya makhluk hidup.

Baru dua hari kemudian, 15 Agustus 2008, pihak Rusia berusaha menyelamatkan para awak yang terperangkap dalam perut Kursk menggunakan kapsul penyelamat di dasar Laut Barentz. Namun usaha ini gagal. Pada saat itu cuaca memang sedang ganas-ganasnya. Baru pada tanggal 17 agustus 2008, cuaca berubah agak bersahabat. Para pelaut Rusia optimis akan penyelamatan hari itu. Namun misi penyelamatan itu ternyata tidak sejalan dengan optimisme para pelaut tersebut. Dari empat kapsul yang dikirimkan ke dasar laut, hanya ada satu yang berhasil mengaitkan diri pada badan Kursk. Setelah berjam-jam berusaha tanpa hasil akhirnya mereka harus kembali ke permukaan karena aki kapsul penyelamat sudah soak. Badan raksasa Kursk masih terbaring tanpa daya di dalam kegelapan Laut Barentz yang dingin.

Sudah lima hari lewat dan misi penyelamatan belum menemukan titik keberhasilan sama sekali. Baru saat inilah para pembesar Armada Laut Utara berencana mengambil langkah lain. Presiden Vladimir Putin yang sedang berlibur di Yalta, tepi Laut Hitam, akhirnya memerintahkan panglima Angkatan Bersenjata untuk menerima tawaran dari Norwegia dan Inggris.

Kritik pedas pun berhamburan dari pers seluruh negeri. Namun pemerintah Rusia tidak mau berterus terang bahwa usaha Angkatan Lautnya gagal. Menurut tradisi negara bekas komunis itu, kegagalan negara tidak perlu diumumkan kepada rakyat. Harian Izvesta yang liberal menulis dengan nada pahit. ”Bersama Kursk, kepercayaan rakyat pada pemerintah untuk melindungi rakyatnya, ikut terbenam di dasar laut!”

Jawaban Presiden Vladimir Putin saat menanggapi kritik itu benar-benar menyakitkan sekaligus mengejutkan. ”Sejak awal sudah tidak ada kemungkinan untuk menyelamatkan para awak kapal yang kandas itu!” Katanya tanpa rasa bersalah. Bagaimana mungkin seorang presiden mengeluarkan pernyataan seperti itu?

Secara politis ini memang sebuah dilema sekaligus ironi yang pahit. Sebuah negara yang selama itu mengembahkan citra sebagai negara adidaya kedua di dunia, harus minta bantuan pada negara kecil seperti Norwegia dan Inggris yang anggota NATO. Padahal Kursk dan kapal selam seangkatannya awalnya dirancang untuk menghancurkan kapal-kapal induk negara-negara NATO tersebut.

Namun semua sudah terlalu terlambat. Bantuan dari Norwegia memerlukan tiga hari perjalanan dan sampai di TKP pada tanggal 20 Agustus. Itu berarti tujuh hari setelah kecelakaan terjadi ! Melalui robot pembawa kamera bertelivisi yang diterjurkan bersama beberapa penyelam Norwegia diketahui bahwa bagian dalam Kursk telah kebanjiran. Tak ada satu pun awak kapal yang bisa diselamatkan.

Dunia pun menggigil marah. Dengan suara geram, baik pers asing maupun Rusia terang-terangan mengecam para petinggi Rusia atas ketidakbecusan dalam menyelamatkan rakyatnya. Izvestia menulis, ”Awak kapal yang megap-megap sekarat di dasar Laut Barentz itu sama sekali tidak dihargai oleh para pemimpin negara ! Presiden tidak tergerak untuk menghentikan liburannya di Sochi guna mengikuti usaha penyelamatan dari dekat, tapi malah meneruskan liburannya di Yalta !!”

Tanpa rasa bersalah Presiden Vladimir Putin menangkis kritik itu dengan jawaban ringan guna menyelamatkan mukanya sendiri. Tanpa meminta maaf ia berkata, ”Sebenarnya saya ingin terbang ke tempat kejadian musibah, namun setelah saya pertimbangkan baik-baik, saya tidak jadi pergi. Kehadiran saya hanya akan menganggu pekerjaan para pakar penyelamat!”

Kursk adalah sebuah tragedi karena didalam perut raksasanya yang gelap dan dingin, para putra Rusia yang setia dan berdedikasi diperlakukan tidak lebih dari korban sampingan kepenting politik semata. Namun tragedi terbesar Kursk adalah tragedi kematian nurani para elit politik yang ditangan merekalah sebenarnya sebuah keputusan untuk mengelamatkan jiwa rakyatnya berada.

0 komentar: