Kami adalah anak-anak batu

Yang terlahir dengan sebuah kutukan

yang terpancar dari langit

dan menghujam curah ke hati yang tersayat terluka

Dalam kasih ibu yang terlupakan


Kami berlayar ke delapan mata angin

singgah di seribu pelabuhan dan melihat sejuta wajah

Kami melihat begitu banyak tari dan mendengar begitu banyak puisi

dan tiba di sebuah negeri

dimana saujana para pertapa mengheningkan cipta

Di bawah pohon Bodhi hingga berdiri di depan Arasy


Kemudian kami tiba di negeri para peri

yang diantaranya berbaris para raja dan ksatria

dimana warna pelangi tergambar pada baju zirah mereka

Seperti halnya kau tahu saat kau melihat garis bulan

yang putih seperti garis para gadis pemanen padi

Saat itulah kami tahu akan satu hal, Ibu

Kami telah jatuh asmara


Namun cinta kami adalah dosa

dan air mata bukan lagi bahagia

tapi sebuah cerita duka

Karena kau inginkan tiada dua cinta


Di garis pantai itu kami meniti cakrawala

Tubuh kami tiada lagi menggelora

api itu telah memupus redup

Seiring air mata yang tak terurai

Kami mengerti, tempat kami tak lagi di sini


Ibu, andai kau melihat kami

yang kini terbujur seperti berhala

siang dan malam menghitung titik nadir para dewa

menghirup udara yang tak lagi hidup

dan aroma beku yang memeluk rasa kami


Kami tak membencimu, tak menyalahkanmu atas kutukmu

Hingga raga kaku dan nafas membeku

Kami tetap mencintaimu

tapi ampuni kami karena tak lagi bisa di sisimu

0 komentar: